Pages

Subscribe:

Ads 488x100px

PENDIDIKAN TANPA BATAS

Jumat, 18 November 2011

sosiologi desa kota


KESENJANGAN SOSIAL


PENDAHULUAN

1.1         Latar Belakang

Kawasan perkotaan telah menjadi mimpi bagi masyarakat desa. Hampir setiap tahunnya masyarakat desa melakukan urbanisasi ke wilayah perkotaan. Mereka mengisi setiap sendi-sendi kekosongan area perkotaan., terkadang mereka tak peduli dengan apa yang dilakukannya nanti di kota. Dalam bayangannya mereka datang dan mereka berjuang dengan apapun caranya. Realita sosial di perkotaan yang sebagian besar para urbanit belum mengetahuinya menjadi sebuah fenomena tersendiri bagi urbanit yang memiliki sejuta impian, tumpuan dan harapan besar di perkotaan. Hampir sebagian besar para urbanit di Indonesia menggantungkan tujuannya untuk hijrah ke kota besar baik itu ibukota provinsi maupun di ibukota negara. Sebagai contoh Jakarta, Jakarta telah menjadi realita tersendiri dan sebuah kenyataan yang penuh dengan kesibukan disana-sini, sehingga sebagian dari kaum urbanit datang dan mencoba segala hal di Jakarta. Terkadang sebagian diantara mereka bila cerdas akan berhasil, namun bila tidak akan tergilas dengan kejamnya ibukota.
Hidup di zaman ini memang serba sulit. Problem keseharian yang menumpuk sudah tidak jarang lagi telah menempatkan seseorang untuk mengambil jalan pintas. Faktor ekonomi yang tidak menentu inilah kemudian menjadi seseorang menghalalkan segala cara. Upaya untuk terus mampu bertahan hidup di tengah kondisi yang serba tak menentu dan carut-marut. Hal itu cenderung mengarahkan seseorang untuk bersikap egoistik, dan bahkan nekat melakukan tindak kriminal. Mulai dari bentuk-bentuk premanisme, pencurian, perampokan, hingga penculikan anak yang kini makin marak.
Dalam makalah ini kami akan membahas tentang realita kehidupan sosial dan ekonomi khususnya umat Islam di kawasan perkotaan. Dari mulai kemiskinan yang merajalela hingga tak ada batasnya., masalah-masalah kesejahteraan sosial yang bias akan arah dan tujuannya, masalah-masalah sosial yang tak pernah kunjung henti dan selalu disiarkan melalui berita televisi, dan segudang problem masyarakat kota lainnya. Tentunya penyusunan ini terlaksana atas izin Allah SWT, dan kami memohon maaf bila apa yang kami sajikan sangat kurang berkenan dan jauh dari harapan sekaligus bayangan. Karena kami (penyusun makalah) memahami bahwa teman-teman bukanlah para urbanit yang dituduhkan.

1.2      Perumusan Masalah

1.    Apakah proses kesenjangan sosial itu?
2.      Apakah definisi kota itu?
3.      Bagaimana kesenjangan sosial itu terjadi?
4.      Apakah faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kesenjangan sosial?















BAB II
PEMBAHASAN

2.1       Penjelasan Isi

1)      Proses Kesenjangan Sosial
Merupakan proses yang terjadi apabila perbedaan sosial diantara kelompok semakin mencolok dan mereka tidak mengembangkan hubungan sosial yang akrab satu sama lain. Sangat wajar jika perubahan sosial tidak merata keseluruh anggota atau kelompok masyarakat. Kelompok satu dengan yang lainnya pasti memiliki tingkat perkembangan yang berbeda dalam menanggapi suatu perubahan. Sebagai contoh, dalam proses pembangunan ekonomi, pemerataan sosial ekonomi tidak selalu terjadi. Bahkan proses pembangunan ekonomi dapat menimbulkan kesenjangan sosial ekonomi. Pembangunan ekonomi, selain dapat menyebabkan proses stratifikasi, juga dapat menimbulkan polarisasi atau pengutuban sosial. Hal itu menyebabkan perbedaan kedudukan sekelompok orang semakin tajam satu sama lain. Hal ini terjadi ketika suatu kebejakan ekonomi tertentu hanya menguntungkan kelompok tertentu yang umumnya pengusaha kaya. Adapun pengusaha kecil sering tidak bisa memperoleh kredit dari bank. Hal itu menimbulkan kesenjangan sosial ekonomi di antara anggota masyarakat, sehingga jurang perbedaan sosial ekonomi di antara mereka menjadi semakin tajam.






2)      Definisi Kota

Kota menurut devinisi universal, adalah sebuah area urban yang berbeda dari desa ataupun kampung berdasarkan ukurannya, kepadatan penduduk, kepentingan, atau status hukum.
Dalam konteks administrasi pemerintahdi Indonesia, kota adalah pembagian wilayah administratif di Indonesia setelah provinsi, yang dipimpin oleh seorang walikota. Selain kota, pembagian wilayah administratif setelah provinsi adalah kabupaten. Secara umum, baik kabupaten dan kota memiliki wewenang yang sama. Kabupaten bukanlah bawahan dari provinsi, karena itu bupati atau walikota tidak bertanggung jawab kepada gubernur. Kabupaten maupun kota merupakan daerah otonom yang diberi wewenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahannya sendiri.
Dahulu di I ndonesia istilah kota dikenal dengan Daerah Tingkat II Kotamadya. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah, istilah Daerah Tingkat II Kotamadya pun diganti dengan kota saja. Istilah kota di Nanggroe Aceh Darussalam disebut juga dengan ‘Banda’.
Adapula yang mendefinisikan kota sebagai pusat pertumbuhan, ekonomi, dan kebudayaan. Kota juga merupakan suatu daerah yang dipenuhi dengan kesibukan dan berbagai aktivitas lainnya










3)      Beberapa Permasalahan di Perkotaan

          Sebagaimana dipaparkan di awal bagian pendahuluan bahwa kota merupakan mimpi tersendiri bagi masyarakat desa, masyarakat desa memiliki tumpuan harapan yang besar bahwa mereka beranggapan di kota terdapat jaminan kepastian peningkatan taraf hidup yang lebih baik. Namun sebagian mereka tak memahami apa nanti yang akan terjadi bila mereka datang ke kota tanpa berbekal skill yang memadahi, ongkos yang pas-pasan, modal yang minimal, dan wawasan kecerdasan yang jauhdari harapan. Walhasil tak jarang mereka tetap menjadi pengangguran, menambah jumlah populasi masyarakat miskin di kota, menambah tingkat kerawanaan keamanan dan kriminalitas di kota, hingga tak jarang permainan haram seperti menjadi pelacur terkadang dilokonkan. Secara garis besar permasalahan tersebut diuraikan di bawah ini. Bukan nerarti tidak ada permasalahan lain yang timbul di perkotaan, namun kami berpendapat bahwa ini adalah permasalahan yang sangat dan paling inti dirasakan dan dimiliki cabang-cabang yang lainnya. Adapun bila ada permasalahan yang lain dapat dilakukan diskusi yang panjang dan masukan-masukan yang lebih bermanfaat. Permasalahan-permasalahan itu antara lain.

a.       Urbanisasi
          Permasalahan pertama yang dihadapi oleh penduduk kota dan sangat berimplikasi terhadap kegiatan perekonomian dan banyak menuai konflik di perkotaan ialah urbanisasi. Urbanisasi dalam bingkai ilmu sosiologi dikaitkan dengan sikap hidup penduduk dalam lingkungan pedesaan yang mendapat pengaruh dari kehidupan kota. Dalam hal ini, apakah mereka dapat bertahan pada cara hidup desa ataukah mereka mengikuti arus cara hidup orang kota yang belum dikenalnya secara mendalam. Dari segi sosiologi, urbanisasi ini dapat menimbulkan menimbulkan lapisan sosial baru yang menjadi beban kota, karena kebanyakan dari mereka yang tidak berhasil hidup layak di kota akan menjadi ‘panggelandang’ dan membentuk daerah slum atau daerah hunian liar. Urbanisasi ini pun dapat dipandang sebagai suatu proses yang mencakup berbagai aspek. Yaitu aspek material, teknologi, spiritual, kesehatan, lingkungan dan kelembagaan sehingga urbanisasi ini pun menjadi masalah yang bersifat multidimensi.
          Menurut Sarjono Herry Warsono ialah Substansi tentang urbanisasi yaitu proses modernisasi wilayah desa menjadi kota sebagai dampak dari tingkat keurbanan (kekotaan) dalam suatu wilayah (region) atau negara. Konsekuensinya adalah terjadi perpindahan penduduk (dengan aktifitas ekonomi) secara individu atau kelompok yang berasal dari desa menuju kota atau daerah hinterland lainnya. Hal ini perlu dibedakan dengan pengertian tingkat pertumbuhan kota (urban growth) yang diartikan sebagai laju(rate) kenaikan penduduk kota, baik skala mandiri maupun kebersamaan secara nasional.
          Menurut Prijono Tjiptoherianto, dalam pengertian yang sesungguhnya, urbanisasi berarti presentase penduduk yang tinggal di kota. Sedangkan mereka yang awam dengan ilmu kependudukan seringkali mendefinisikan urbanisasi sebagai perpindahan penduduk dari desa ke kota. Padahal perpindahan penduduk dari desa ke kota hanya salah satu penyebab proses urbanisasi, disamping penyebab –penyebab yang lain seperti pertumbuhan alamiah penduduk perkotaan, perluasan wilayah, maupun perubahan status wilayah dari daerah pedesaan menjadi daerah perkotaan, dan semacamnya itu






b.      Kemiskinan
               Masalah berikutnya yang menghinggapi terhadap situasi sosial dan ekonomi di perkotaan adalah kemiskinan. Kemiskinan dapat didefinisikan sebagai suatu standar tingkat hidup yang rendah, yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materi pada sejumlah atau segolongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan umum yang berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.standar kehidupan yang rendah ini secara langsung tampak pengaruhnya terhadap tingkat keadaan kesehatan, kehidupan moral, dan rasa harga diri dari mereka yang tergolong sebagai orang miskin.
               Kemiskinan telah menjadi momok tersendiri bagi berbagai negara dunia ketiga, kemiskinan juga telah menjadi musuh bagi negara-negara berkembang dan berusaha untuk memberantasnya. Kemiskinan sendiri telah terbagi menjadi berbagai dimensi yang terkotak-kotakan dalam berbagai aspek pula. Latar belakang kemiskinan sendiri telah dibentuk menjadi berbagai segi, baik segi mikro, mezzo, dan makro penyebab kemiskinan. Kemiskinan pun dapat bersifat struktural dan kultural.
               Namun anehnya sampai saat ini belum ada batasan tentang sejauh mana batasan kemiskinan tersebut. Ada yang menggariskan bahwa kemiskinan itu dalam sepekan tidak berganti lauk-pauk, ada pula yang berpendapat bahwa kemiskinan itu bila alasnya dalam rumah, masih berupa tanah, adapula yang berpendapat dan merumuskan bahwa kemiskinan itu upah perharinya kurang dari $2. apapun batasan itu namun solusi yang ada bagi masalah ini belum terselesaikan secara tuntas. Setiap program pemerintah yang ada dan dilaksanakan mestilah selalu tidak menjadikan hal itu sebagai jalan keluar yang tepat dan layak bagi rakyatnya. Baik itu di perkotaan sekalipun terlebih di pedesaan.



c.       Kriminalitas
               Kriminalitas juga menjadi masalah tersendiri di perkotaan,latar belakang budaya yang berbeda menciptakan berbagai iklim konflik vertikal yang berkepanjangan. Pihak kota sebagai warga tuan rumah tidak tinggal diam dalam mengantisipasi warga pendatang. Hingga tak jarang terjadi konflik yang menegang, sebagai contoh konflik tanah abang yang terjadi beberapa tahun silam. Antara pihak pendatang dengan betawi. Belum lagi masalah pencurian, perampokan, dan segala hal yang bersifat kriminalatas menjadi permasalahan sosial sendiri di perkotaan, khususnya kota-kota besar di Indonesia. Bahkan tingkat kriminalitas di perkotaan yang tinggi tak jarang diakibatkan dengan permasalahan yang sepele dan remeh tak sekedar kesenjangan sosial. Melainkan rebutan uang Rp1000 pun bisa terjadi masalah di perkotaan. Masalah kriminalitas ini sering terpampang jelas diberbagai media. Bahkan tawuran pelajar pun sudah menjadi barang tontonan yang biasa.
               Dalam sebulan ini, ibukota Jakarta dan sekitarnya telah digemparkan dengan adanya kasus penculikan pada anak-anak. Penculikan yang selalu saja terjadi setiap harinya. Tentunya hal ini menjadikan para orang tua merasa tidak aman dalam kesehariannya yang selalu saja dihantui ketakutan akan keselamatan anak-anak mereka. Betapa tidak resah, seorang anak yang baru pulang sekolah tiba-tiba diculik sekelompok orang dengan tujuan tidak jelas.
               Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) menyebutkan selama 2007 hingga Juni telah terjadi 39 kasus pendulikan pada anak. Parahnya lagi sejak Juni hingga Agustus ini saja telah bertambah 14 kasus penculikan. Padahal itu baru kasus-kasus yang dapat teridentifikasi atas adanya laporan dari para korban. Tentu jumlahnya jauh lebih besar dari yang ada saat ini, karena banyak korban yang tidak melaporkan lantaran khawatir atas keselamatan anak-anaknya.
               Merebaknya kasus penculikan anak, sesungguhnya bukan lagi didasarkan atas balas dendam atau yang lainnya seperti masa-masa dahulu. Data di kepolisian menunjukan bahwa kasus-kasus penculikan anak ini hanya sekedar untuk mendapatkan sejumlah uang dengan berbagai alasan. Bergesernya motif inilah kemudian yang harus direnungkan bersama.






















BAB III
PENUTUP
              
                Demikianlah makalah ini yang dapat kami sajikan, kami berharap makalah ini dapat berkembang dengan berjalannya diskusi yang akan dijalankan oleh kita semua. Makalah ini memang tidak menyajikan bahan ilmiah yang sangat banyak, namun bagi penyusun cukuplah makalah ini ada sebagai stimulasi tersendiri dalam mendukung jalannya diskusi nanti agar menjadi hidup. Masih terlalu banyak juga problema yang belum dipaparkan terlebih.

3.1    Kesimpulan
Dalam pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa kesenjangan sosial terjadi apabila perbedaan sosial diantara kelompok semakin mencolok dan mereka tidak mengembangkan hubungan sosial yang akrab satu sama lain. Dan yang menyebabkan terjadinya kesenjangan sosial adalah urbanisasi, kriminalitas, dan kemiskinan.
               Kemiskinan dan pengangguran yang terus meningkat drastis akhir-akhir ini menempatkan situasi perekonomian mikro menjadi sangat rapuh. Ketidaksiapan masyarakat dalam menghadapi arus pasar bebas dan globalisasi juga dibuatnya kalang-kabut. Tatanan kehidupan yang terus berubah sangat cepat setiap saat bahkan melebihi yang lainnya. Disaat-saat itulah seakan-akan dituntut untuk dapat kompetisi. Kompetisi yang tidak lagi memandang bulu. Jika masih ingin untuk tetap dapat terus melanjutkan hidup maka haruslah berhasil.
Tak heran, dalam kondisi seperti itu setiap individu pasti selalu memikirkan pribadi masing-masing. Mengapa orang yang kurang beruntung lantaran mereka sendiri yang kurang maksimal. Sedangkan mereka yang terbilang sukses beranggapan adalah jerih payah sendiri. Menumpuk kekayaan tidak lebih untuk dirinya sendiri.
Dalam hal ini jelas tidak ada rasa kebersamaan dan gotong royong apalagi saling tolong menolong. Meskipun bangsa ini dikenal akan semangat itu tetapi kini tidak lagi. Gelombang modernisasi telah berubah paradigma perikehidupan masyarakat Indonesia.

3.2    Saran
Setelah mengetahui definisi kota dan berbagai permasalahan di kota yang menyebabkan terjadinya kesenjangan sosial, maka koreksi bagi pemerintah dan masyarakat agar lebih memikirkan kelangsungan hidup di kota. Karena selama ini mereka hanya mengisi sendi-sendi kekosonan area perkotaan, dan tidak peduli dengan apa yang dilakukannya nanti di kota. Mereka tidak menyadari bahwa ‘ibu kota lebih kejam dibandingkan dengan ibu tiri’.
Untuk pemerintah sendiri agar lebih meningkatkan kinerja dalam hal sensus penduduk. Pemerintah kota lebih mempertegas dalam hal pendataan administrasi kependudukan terutama bagi pendatang baru. Selain itu, kesenjangan sosial dapat dihindari jika suatu masyarakat memiliki solidaritas sosial yang kuat, komitmen pada nilai sosial yang tinggi, dan memiliki struktur sosial yang terkait satu sama lain.











DAFTAR PUSTAKA
Hauser, Philip M, dkk, Penduduk Dan Masa Depan Perkotaan; Studi Kasus Daerah Perkotaan, Jakarta: Yayasan Obor, 1985
Bintarto, Prof.Drs. R, Urbanisasi dan Permasalahannya, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1986
Suparlan, Parsudi (penyunting), Kemiskinan di Perkotaan, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1995
Trijono Lambang dan Suharko, 1998, Sosiologi 2, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Sajono Herry Warsono, Transmigrasi dan Pengaruhnya Terhadap Urbanisasi, Sumber: http://www.nakertrans.go.id/majalah _buletin/majalah_balitfo/volume_2_1/trans_urbanisasi.php
http://id.wikipedia.org/wiki/Kota



















Tidak ada komentar:

Posting Komentar