Pages

Subscribe:

Ads 488x100px

PENDIDIKAN TANPA BATAS

Jumat, 02 Desember 2011

kota lama semarang

arsitektur e-Journal, Volume 1 Nomor 3, November 2008 145
PELESTARIAN KAWASAN
EKS PUSAT KOTA KOLONIAL LAMA SEMARANG
Perawati Kesuma Dewi, Antariksa, Surjono
Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
Jl Mayjend Haryono No, 167 Malang 65145 - Telp. (0341) 567886
E-mail: im_inDpendent@yahoo.com
ABSTRAK
Kawasan Kota Lama Semarang merupakan cikal bakal terbentuknya Kota Semarang, yang memiliki nilai sejarah yang tinggi dan kekhasan kawasan dilihat dari aspek fisiknya. Pergeseran fungsi kawasan dari pusat pemerintahan pada masa kolonial Belanda menjadi kawasan mati saat ini merupakan hal yang melatarbekalangi studi ini. Tujuan studi ini adalah untuk mengidentifikasi karakteristik fisik (guna lahan, bangunan kuno, sirkulasi dan parkir, serta ruang terbuka) dan non fisik (sosial, ekonomi, budaya, hukum, konsep rencana, organisasi serta pendanaan) yang membentuk kawasan Kota Lama, serta mengevaluasi kinerja kegiatan pelestarian yang telah dilaksanakan di kawasan tersebut. Metode yang digunakan dalam studi ini adalah metode deskriptif untuk mengetahui karakteristik fisik dan non fisik kawasan Kota Lama; dan metode evaluatif untuk mengevaluasi kinerja kegiatan pelestarian dengan importance performance analysis dan penilaian makna kultural. Hasil studi menunjukkan bahwa kinerja pelestarian yang harus diprioritaskan dalam penanganannya adalah sirkulasi dan parkir serta ruang terbuka (fisik), dan sosial, ekonomi, budaya, hukum, organisasi serta pendanaan (non fisik). Bangunan kuno yang termasuk potensial tinggi berjumlah 20 bangunan, potensial sedang berjumlah 24 bangunan, dan potensial rendah berjumlah 49 bangunan.
Kata kunci: pelestarian, bangunan kuno, kinerja, kawasan Kota Lama
ABSTRACT
Semarang Old city district is the first beginning of Semarang City which have high historical value and unique area based on its physical aspect. Transitioned its area function from centre of government in Dutch colonial era be a death area is a thing that motivate this study. The purpose of this study is to identification physical (land use, old-fashioned building, circulation and park, and open space) and non physical (social, economic, culture, law, concept of plan, organization, and funding) characteristics of Semarang Old City that shaped Semarang Old City district, and also to evaluate progress conservation activities that have been applied on that district. Methods that be used in this study are descriptive method to know physical and non physical characteristics of Semarang Old City; and evaluative method to evaluating progress conservation activities with importance performance analysis (IPA) and cultural sense scoring. The result of this study show that progress conservation that must be priority on application is circulation and park; and open space (for physical characteristics), and social, economic, culture, law, organization, and also funding (non physical characteristics). The old-fashioned building that counted to high potential are 20 buildings, medium potential are 24 buildings, and low potential are 49 buildings.
Key word: conservation, old-fashioned building, progress, Old City district
Pendahuluan
Kota yang baik adalah kota yang memiliki kenangan tahapan pembangunan. Dalam perkembangannya, kota-kota tersebut berkembang meninggalkan embrio (pusat) kotanya. Dengan adanya perkembangan tersebut, kawasan-kawasan yang berada di luar pusat kota menjadi kawasan yang lebih berkembang daripada pusat kotanya. Oleh karenanya, pusat kota yang merupakan kawasan bersejarah cenderung ditinggalkan dan kurang mendapat perhatian. Kwanda (2004) juga mengemukakan bahwa pusat-pusat kota merupakan lingkungan buatan yang sangat berharga, karena mereka adalah bagian
tertua dari kota dengan sejarah panjang ratusan tahun yang lalu. Damayanti (2005) menyatakan bahwa sebelum menguasai sebuah kota, VOC biasanya mendirikan benteng dulu di tepi sungai yang juga berfungsi sebagai gudang penyimpanan hasil bumi yang akan diangkut ke Eropa, kemudian mendirikan sebuah townhall di kelilingi bangunan pelengkap lainnya yang menjadi pusat kota yang baru.
Demikian pula yang terjadi di kawasan Kota Lama Semarang, dahulu merupakan kawasan permukiman Belanda yang terencana dengan baik dan dilengkapi dengan sarana dan prasarana kota yang lengkap. Seiring perkembangannya, kawasan tersebut mengalami pergeseran fungsi yang dulu memiliki fungsi vital sebagai pusat kota sekarang terbengkelai dan tidak produktif lagi karena penurunan aktivitas ekonomi. Akibatnya, kini kawasan tersebut menjadi kawasan mati, terlebih karena kawasan tersebut sebagian besar berfungsi sebagai perkantoran dan pergudangan yang hanya aktif setengah hari. Penurunan juga terjadi pada fisik bangunan yang makin lama makin rusak tak terawat, karena faktor usia bangunan dan pengaruh alam. Upaya-upaya pelestarian yang dilakukan oleh pemeritah sampai saat ini masih belum dapat menghidupkan kembali kawasan Kota Lama.
Permasalahan yang muncul dari latar belakang di atas adalah bagaimana sejarah perkembangan dan karakteristik kawasan Kota Lama Semarang dilihat dari aspek fisik dan non fisik? serta bagaimana kinerja kegiatan pelestarian dalam menghidupkan kembali kawasan Kota Lama Semarang ditinjau dari aspek fisik dan non fisik?. Dari permasalahan tersebut, maka tujuan dari studi ini adalah mengidentifikasi sejarah perkembangan dan karakteristik kawasan Kota Lama Semarang dilihat dari aspek fisik dan non fisik serta menganalisis kinerja kegiatan pelestarian dalam menghidupkan kembali kawasan Kota Lama Semarang yang dilaksanakan di kawasan tersebut ditinjau dari aspek fisik dan non fisik.
Metode Penelitian
Wilayah studi
Wilayah studi terletak pada administrasi Kota Semarang, termasuk dalam wilayah Kelurahan Tanjung Mas Kecamatan Semarang Utara dan Kelurahan Purwodinatan Kecamatan Semarang Tengah (Gambar 1). Luas Kawasan Kota Lama adalah ± 27 hektar. Pembatasan wilayah studi berdasarkan pada kawasan yang berada di dalam benteng “Vifjhoek” yang dibangun pada masa pemerintahan kolonial Belanda sebagai pusat militer di Kota Semarang (Gambar 2).
Gambar 1. Peta orientasi wilayah studi terhadap Kota Semarang.
arsitektur 146 e-Journal, Volume 1 Nomor 3, November 2008
Gambar 2. Peta batas wilayah studi kawasan Kota Lama Semarang.
Pemilihan Sampel
1. Penentuan jenis sampel
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam studi ini terdiri dari dua jenis, yaitu sampel bertujuan (purposive sampling) yang digunakan untuk menentukan sampel bangunan kuno dan masyarakat pemilik bangunan kuno, serta penarikan contoh dengan jatah (quota sampling) yang digunakan untuk menentukan sampel masyarakat pemilik bangunan non kuno.
2. Penentuan jumlah sampel
a. Sampel bangunan kuno di kawasan Kota Lama dilakukan terhadap seluruh populasi yang berjumlah 94 bangunan kuno.
b. Sampel masyarakat dibagi menjadi dua, yaitu masyarakat pemilik bangunan kuno dan non kuno. Sampel masyarakat pemilik bangunan kuno adalah 94 orang sesuai dengan jumlah sampel bangunan kuno. Sampel masyarakat pemilik bangunan non kuno adalah 63 orang yang ditentukan berdasarkan perhitungan slovin.
c. Sampel instansi dan akademisi, terdiri dari Bappeda Kota Semarang dan Badan Pengelolaan Kawasan Kota Lama (BPK2L) Semarang yang merupakan instansi terkait dengan pengelolaan dan pengembangan bangunan dan kawasan yang ada di kawasan Kota Lama Semarang.
Metode analisis
1. Metode deskriptif
Metode ini digunakan untuk menjawab rumusan masalah pertama dengan memaparkan data berupa kondisi objek penelitian untuk menemukan kecenderungan perubahan terhadap sejarah, kondisi fisik, dan kondisi non fisik berdasarkan teori telah dikemukakan.
2. Metode deskriptif evaluatif
Metode ini digunakan dalam menjawab rumusan masalah kedua, yaitu menilai kinerja kegiatan pelestarian baik pada aspek fisik maupun aspek non fisik. Metode yang digunakan untuk menilai kinerja tersebut antara lain dengan menentukan nilai kultural bangunan kuno yang ada di kawasan bersejarah dan metode IPA (importance performance analysis).
arsitektur e-Journal, Volume 1 Nomor 3, November 2008 147
Hasil dan Pembahasan
Sejarah perkembangan
Secara umum, perkembangan kawasan Kota Lama Semarang yang pernah berperan sebagai basis militer dan pusat perdagangan Belanda (VOC) hingga menjadi Kota Semarang saat ini dipengaruhi oleh peristiwa politik dan perubahan fisik, dapat dikelompokkan menjadi empat tahapan perkembangan sebagai berikut:
a. Tahap I (Periode tahun 900-1678)
Tahap perkembangan awal dimulai saat Kiai Ageng Pandanaran membangun permukiman pertama di daerah barat daya dari Demak yang kemudian diberi nama Semarang, kemudian perubahan status administrasi Semarang dari desa menjadi kabupaten karena meningkatnya pertumbuhan daerah tersebut. (Gambar 3)
Gambar 3. Perubahan garis pantai pada tahun sebelum 900 (kiri) dan tahun 1650 (kanan).
b. Tahap II (Periode tahun 1678-1942)
Tahap II dimulai saat Semarang digadaikan oleh pemerintahan Susuhunan Surakarta kepada pemerintahan Belanda (VOC) karena terbelit hutang. Belanda pun membangun benteng di pusat kota yang berkembang sebagai perkampungan Belanda. Pemerintah Belanda mulai membangun Kota Semarang ditandai dengan perkembangan permukiman orang Belanda di dalam benteng beserta fasilitas-fasilitas publik lainnya. Kantor Dagang VOC pun pindah dari Jepara ke Semarang. Kota Semarang mulai berkembang dengan membuka jaringan kereta api dan membuka terusan pelabuhan. Perubahan ini menjadikan bentukan baru bagi Kota Semarang, yaitu sebagai kota dengan fungsi ekonomi dan kota dengan fungsi politik. (Gambar 4 dan Gambar 5)
Gambar 4. Keberadaan benteng belum menyatu dengan permukiman belanda pada tahun 1720 (kiri) dan benteng yang telah mengelilingi permukiman Belanda tahun 1756 (kanan).
arsitektur 148 e-Journal, Volume 1 Nomor 3, November 2008
Gambar 5. Pembangunan jalan di sekitar pusat kota tahun 1810 (kiri) dan tahun 1847 (kanan).
c. Tahap III (Periode tahun 1942-1945)
Tahap III dimulai saat pecahnya perang dunia II yang mengakibatkan kekuasaaan Pemerintah Belanda jatuh ke tangan Pemerintah Jepang. Pada masa ini Kota Semarang tidak berkembang, malah mengalami penurunan akibat perusakan oleh tentara Jepang terhadap fasilitas yang ada.
d. Tahap IV (Periode tahun 1945-2008)
Tahap IV ditandai dengan perlawanan rakyat Semarang terhadap tentara Jepang. Setelah tentara Jepang meninggalkan Semarang barulah pembangunan berjalan kembali. Kota Semarang mulai meluas ke arah selatan dengan pembangunan permukiman, perdagangan dan industri. Akibatnya, Kota Lama Semarang mulai ditinggalkan yang menjadikan kawasan tersebut sebagai kawasan mati karena fungsi yang ada saat ini hanya dapat menghidupkan aktivitas kawasan pada siang hari.
Karakteristik kawasan
1. Karakteristik non fisik
Menurut para akademisi, kesadaran masyarakat mengenai kegiatan pelestarian di kawasan Kota Lama sudah baik. Mereka setuju akan kegiatan pelestarian dan bersedia untuk mendukung kegiatan tersebut. Namun, berdasarkan survey lapangan, beberapa masyarakat masih ada yang tidak peduli dengan kegiatan pelestarian.
Sebagian besar masyarakat bekerja pada sektor informal sebagai buruh (62 %), yang mengindikasikan bahwa masyarakat kawasan Kota Lama merupakan penduduk dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah. Keberadaan kegiatan ekonomi yang ada hanya berjalan setengah hari, seperti toko alat-alat berat, jasa elektronik, dan toko alat tulis. Kegiatan perekonomian yang dapat aktif hingga malam hanya rumah makan.
Badan atau organisasi yang terkait dengan kegiatan pelestarian di kawasan Kota Lama adalah Badan Pengelola Kawasan Kota Lama (BPK2L), yang dibentuk oleh Pemerintah Kota Semarang pada akhir tahun 2007. Kegiatan yang telah dilaksanakan sebagai upaya pelestarian adalah kegiatan citywalk dan kuliner, yang tidak bertahan lama.
2. Karakteristik fisik
a. Penggunaan lahan
Penggunaan lahan pada kawasan Kota Lama Semarang dapat dilihat pada Tabel 1.
arsitektur e-Journal, Volume 1 Nomor 3, November 2008 149
Tabel 1. Penggunaan Lahan pada Kawasan Kota Lama
No.
Jenis Guna Lahan
Prosentase (%)
1.
Perkantoran, perusahaan dan kegiatan usaha
29,2
2.
Bangunan non aktif
37,8
3.
Permukiman
16
4.
Industri dan pergudangan
4,2
5.
Fasilitas sosial
1,7
6.
Ruang terbuka
11,1
Jumlah
100
Fungsi yang paling mendominasi di kawasan Kota Lama adalah bangunan non aktif. Keberadaan fungsi ini yang tersebar merata di seluruh kawasan tersebut disebabkan usia bangunan yang sangat tua. (Gambar 6)
Gambar 6. Beberapa bangunan yang tidak digunakan.
b. Bangunan kuno
Sebagian besar bangunan kuno di kawasan Kota Lama tentunya memiliki gaya arsitektur kolonial, dimana kawasan tersebut dahulu merupakan permukiman orang Belanda. Meskipun bentuk bangunan kuno tidak banyak berubah dari awal pembangunan, namun kondisi bangunan-bangunan kuno tersebut banyak yang tidak terawat dan rusak, kecuali sebagian besar bangunan kuno yang ada di koridor utama Jl. Letjend Suprapto masih cukup terawat. Mengingat fungsi kawasan dulu merupakan pusat kota, sehingga intensitas bangunan yang ada cukup tinggi, dan KDB mayoritas sebesar 100% dengan KLB mayoritas dua atau lebih. (Gambar 7, Gambar 8 dan Gambar 9)
Gambar 7. Beberapa bangunan kuno yang bergaya kolonial.
arsitektur 150 e-Journal, Volume 1 Nomor 3, November 2008
Gambar 8. Beberapa bentuk bangunan kuno tidak berubah.
Gambar 9. Beberapa bangunan kuno yang rusak dan tidak terawat.
c. Sirkulasi dan parkir
Pola jalan yang ada di dalam kawasan Kota Lama saat ini tidak banyak berubah dibandingkan dengan pola jalan pada masa kekuasaan Belanda (Gambar 10). Kawasan Kota Lama Semarang dibagi oleh satu jalan utama yang membelah kawasan dari timur ke selatan, yaitu Jl. Letjend Suprapto yang dulu merupakan bagian dari proyek Jalan Post (Postweg) antara Anyer dan Panarukan saat pemeritahan Belanda. Jenis perkerasan jalan yang ada di kawasan Kota Lama seluruhnya menggunakan paving yang berfungsi untuk membedakan dengan kawasan di sekitarnya.
Gambar 10. Pola sirkulasi jalan pada tahun 1766 (atas) dan pola sirkulasi jalan saat ini (bawah).
arsitektur e-Journal, Volume 1 Nomor 3, November 2008 151
Keberadaan trotoar yang hanya memiliki lebar 1,5 meter berada di dua ruas jalan saja (sebagian Jl. Tawang dan Jl. Mpu Tantular), dengan kondisi yang kurang nyaman karena terdapat PKL, tanaman, dan tiang listrik di tengah trotoar (Gambar 11). Sistem parkir yang ada di kawasan Kota Lama didominasi dengan on street parking. Adapun sistem parkir off street terbagi menjadi dua, yaitu yang berada di luar bangunan dan di dalam bangunan (Gambar 12).
Gambar 11. Kondisi trotoar yang kurang optimal dan tidak nyaman.
Gambar 12. Sistem parkir off street yang terlihat dari jalan (kiri) dan yang berada di dalam bangunan (kanan).
d. Ruang terbuka
Ruang terbuka yang ada di kawasan Kota Lama antara lain Taman Srigunting (Paradeplain), Kali Semarang, ruang terbuka Jl. Garuda, serta Polder Tawang yang tersebar di seluruh kawasan Kota Lama. Ruang terbuka tersebut tidak memiliki dimensi yang besar dengan kondisi cukup baik, kecuali Kali Semarang dan Polder Tawang. Aktivitas-aktivitas yang direncanakan pada ruang terbuka tersebut belum berjalan maksimal. (Gambar 13)
Gambar 13. Beberapa taman di kawasan Kota Lama yang cukup terawat.
arsitektur 152 e-Journal, Volume 1 Nomor 3, November 2008
3. Citra kawasan
a. Jaringan jalan (path) adalah jaringan pergerakan berupa jalur tempat manusia akan bergerak dari suatu tempat ke tempat lain. Path utama yang membentuk kawasan Kota Lama adalah Jl. Letjend Suprapto yang membelah kawasan dari timur ke barat. Path lainnnya yang mendukung adalah Jl. Merak, Jl. Kepodang, dan Jl. Mpu Tantular.
b. Kawasan (district) merupakan integrasi dari berbagai kegiatan fungsional atau bentuk bangunan yang memiliki keseragaman, yang membedakan dengan kawasan lain. District yang terbentuk di kawasan Kota Lama merupakan kawasan bersejarah dengan nuansa Belanda atau disebut sebagai kawasan little netherland dengan fungsi yang mendominasi adalah perkantoran.
c. Batas (edge) merupakan suatu pengakhiran dari suatu district/kawasan. Batas (edge) kawasan Kota Lama yang dapat diidentifikasikan hanya berada di sebelah barat, yaitu Kali Semarang dan deretan bangunan peninggalan Belanda yang berarsitektur kolonial pada Jl. Mpu Tantular yang membedakan dengan kawasan di sekitarnya.
d. Tengeran (landmark) merupakan suatu struktur fisik yang paling menonjol di antara struktur kota atau suatu bagian wilayah kota dan akan menjadi perhatian utama dibandingkan dengan elemen fisik lainnya. Landmark yang ada di kawasan Kota Lama adalah Gereja Blenduk, Taman Srigunting, dan Gedung Marba. (Gambar 14)
Gambar 14. Gereja Blenduk merupakan landmark utama kawasan Kota Lama.
e. Pusat kegiatan (node) merupakan simpul atau lingkaran daerah strategis dengan arah atau aktivitasnya saling bertemu dan dapat diubah ke arah atau aktivitas lain. Nodes yang berada di kawasan Kota Lama antara lain Taman Srigunting, pertigaan Jl. Mpu Tantular dan Jl. Sendowo, Jl. Kepodang, serta Jl. Merak.
Kinerja kegiatan pelestarian
1. Penilaian bangunan potensial
Analisis ini dilakukan dengan menilai makna kultural yang dimiliki oleh setiap bangunan kuno di kawasan Kota Lama dengan tujuan untuk mendapatkan klasifikasi bangunan yang nantinya menjadi dasar bagi penentuan bentuk pelestarian untuk setiap bangunannya. Berdasarkan hasil penilaian makna kultural setiap bangunan kuno yang ada di kawasan Kota Lama didapatkan klasifikasi bangunan kuno potensial, yaitu bangunan potensial tinggi, sedang dan rendah. Lebih jelasnya mengenai batas pengelompokan dan jumlah bangunan kuno yang masuk dalam masing-masing kelompok dapat dilihat pada Tabel 3 dan Gambar 15.
arsitektur e-Journal, Volume 1 Nomor 3, November 2008 153
Tabel 3. Klasifikasi Bangunan Kuno Potensial di Kawasan Kota Lama Semarang
Golongan
Batas Nilai
Kode
Jumlah
Potensial tinggi
≥ 32,70
I6, I7, I8, I11, I12, I13, I14, I16, I20, I23, II13, III1, III2, III7, III13, IV1, IV2, IV11, IV21, IV28
20
Potensial sedang
27,37 – 32,70
I1, I3, I5, I10, I15, I19, I22, II3, II4, II5, II7, II10, II11, II15, II16, II19, II20, III5, III6, III8, IV15, IV22, IV23, IV27
24
Potensial rendah
< 27,37
I2, I4, I9, I17, I18, I21, I24, I25, I26, I27, I28, I29, II1, II6, II8, II9, II12, II14, II17, II18, II21, II22, II23, II24, III3, III4, III9, III10, III11, III12, IV3, IV4, IV5, IV6, IV7, IV8, IV9, IV10, IV12, IV13, IV14, IV16, IV17, IV18, IV19, IV20, IV24, IV25, IV26
49
(a) (b)
(c)
Gambar 15. Beberapa bangunan kuno yang termasuk golongan potensial tinggi (a), potensial sedang (b), dan potensial rendah (c).
arsitektur 154 e-Journal, Volume 1 Nomor 3, November 2008
arsitektur e-Journal, Volume 1 Nomor 3, November 2008 155
2. Penilaian kinerja pelestarian
Penilaian kinerja ini menggunakan metode importance performance analysis (IPA), dengan membandingkan antara tingkat kepentingan dan tingkat pendapat/kepuasan masing-masing atribut dari penilaian respoden yang terdiri dari masyarakat pemilik bangunan kuno, pemilik bangunan non kuno dan para akademisi.
Rata-rata tingkat kesesuaian dari 37 atribut yang dinilai (fisik dan non fisik) oleh pemilik bangunan kuno adalah 70,39%, oleh pemilik bangunan non kuno adalah 74,83%, dan oleh akademisi adalah 53,77%. Dengan demikian, kinerja kegiatan pelestarian yang telah atau sedang dijalankan di kawasan Kota Lama, masih dianggap kurang baik oleh ketiga responden karena terdapat beberapa atribut yang dirasa kurang memuaskan.
Beberapa atribut-atribut dalam kinerja pelestarian yang memiliki prioritas utama dalam penanganannya di kawasan Kota Lama Semarang berdasarkan ketiga responden, antara lain:
􀂃 Atribut 11 = Keberadaan & kondisi taman/ ruang terbuka hijau yang baik;
􀂃 Atribut 13 = Keberadaan pohon dan peneduh yang memadai;
􀂃 Atribut 14 = Pembatasan jenis kendaraan bermotor;
􀂃 Atribut 17 = Keberadaan & kondisi pedestrian/ trotoar yang nyaman dan memadai;
􀂃 Atribut 18 = Adanya tempat parkir yang memadai;
􀂃 Atribut 21 = Kesadaran & kepedulian masyarakat terhadap kegiatan pelestarian;
􀂃 Atribut 22 = Peran pemerintah/ pihak terkait dalam sosialisasi kegiatan pelestarian pada masyarakat;
􀂃 Atribut 23 = Adanya forum diskusi mengenai kegiatan pelestarian antara semua pihak terkait;
􀂃 Atribut 25 = Adanya kegiatan peningkatan perekonomian kawasan yang mendukung kegiatan pelestarian;
􀂃 Atribut 26 = Adanya kegiatan kebudayaan (tarian adat, kegiatan keagamaan, upacara adat istiadat);
􀂃 Atribut 28 = Adanya implementasi (pelaksanaan) dari peraturan/ kebijakan tersebut;
􀂃 Atribut 29 = Insentif (penghargaan) dari pemerintah terhadap kegiatan pelestarian (keringanan pajak, bantuan pemeliharaan, kemudahan perijinan);
􀂃 Atribut 30 = Disinsentif (denda) dari pemerintah terhadap pelanggaran kegiatan pelestarian;
􀂃 Atribut 33 = Peran badan pengurus dalam kegiatan pelestarian kawasan bersejarah;
􀂃 Atribut 34 = Kontrol/pengawasan dari pemerintah/ badan terkait dalam kegiatan pelestarian;
􀂃 Atribut 35 = Adanya pihak yang terkait dengan pembiayaan kegiatan pelestarian;
􀂃 Atribut 36 = Peran pihak tersebut dalam kegiatan pelestarian; dan
􀂃 Atribut 37 = Tercukupinya kebutuhan pembiayaan untuk kegiatan pelestarian.
Kesimpulan
Kawasan Kota Lama Semarang merupakan cikal bakal terbentuknya Kota Semarang. Penggunaan lahan yang mendominasi kawasan Kota Lama adalah bangunan non aktif dengan intensitas bangunan tergolong tinggi. Gaya bangunan yang mendominasi kawasan Kota Lama berupa gaya kolonial. Kawasan Kota Lama merupakan kawasan bersejarah dengan nuansa Belanda (little netherland). Kawasan tersebut dibentuk oleh koridor utama Jl. Letjend Suprapto yang membelah kawasan menjadi dua bagian, dengan batas kawasan berupa Kali Semarang di sebelah barat dan deretan bangunan berarsitektur kolonial di sepanjang Jl. Mpu Tantular. Gereja Blenduk merupakan landmark utama dari kawasan tersebut, dengan Taman Srigunting yang berada di sebelahnya merupakan pusat kegiatan (node) pada kawasan Kota Lama.
arsitektur 156 e-Journal, Volume 1 Nomor 3, November 2008
Bangunan kuno yang berada di kawasan Kota Lama seluruhnya berjumlah 93 bangunan, yang terdiri dari 20 bangunan potensial tinggi, 24 bangunan potensial sedang, dan 49 bangunan potensial rendah. Kriteria kinerja pelestarian fisik yang menjadi prioritas utama dalam penanganannya adalah kriteria parkir dan sirkulasi, serta ruang terbuka. Kriteria kinerja pelestarian non fisik yang menjadi prioritas utama dalam penanganannya adalah sosial, ekonomi, budaya, politik, organisasi, dan pendanaan.
Saran
􀂃 Perlunya melengkapi data-data sejarah dan perkembangan kawasan Kota Lama, baik berasal dari sumber data tertulis, informasi, dan sumber data primer (wawancara).
􀂃 Perlunya melengkapi data masing-masing bangunan yang dilindungi untuk memudahkan dalam pelaksanaan kegiatan pelestarian.
􀂃 Perlunya penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor lain yang menjadi penghambat dalam menjalankan kegiatan pelestarian di kawasan Kota Lama Semarang, agar pelaksanaan kegiatan pelestarian menjadi lancar.
􀂃 Perlunya penelitian lebih lanjut mengenai zoning regulation tentang rencana kegiatan pelestarian di kawasan Kota Lama Semarang.
􀂃 Perlunya penelitian lebih lanjut mengenai penataan kawasan Kota Lama terkait dengan permasalahan dari aspek lingkungan, yaitu air pasang yang tiap tahunnya menggenangi kawasan tersebut.
Daftar Pustaka
Budiman, A. 1979. Semarang Juwita, Semarang Tempo Doeloe, Semarang Masa Kini dalam Rekaman Kamera. Semarang: Tanjung Sari.
Damayanti, R. & Handinoto. 2005. Kawasan “Pusat Kota” dalam Perkembangan Sejarah Perkotaan di Jawa. Dimensi Teknik Arsitektur. 33 (1): 34 – 42.
Erwin, B. 2004. Pelestarian dan Pemanfaatan Bangunan Indis di Pulau Jawa. Jurnal Sains dan Teknologi EMAS, 14 (3).
Kristiawan, Y. B. 1998. Koridor Utama sebagai Generator Kota Lama Semarang. VASTHU, VI (02): 53-66.
Pamungkas, S. T. 1998. Penataan Pusat Kota Pasuruan: Kajian Mengenai Pelestarian Bangunan dan Lingkungan Kuno. Tesis tidak diterbitkan. Surabaya: Program Studi Arsitek ITS.
Purwanto, L.M.F. 2005. Kota Kolonial Lama Semarang (Tinjauan Umum Sejarah Perkembangan Arsitektur Kota). Dimensi Teknik Arsitektur, 33 (1): 27 – 33.
Sumaningsih, Y.T. Sistem Visual Kawasan Pusat Kota Lama, studi kasus: Pusat Kota Lama Semarang. Tesis tidak diterbitkan. Yogyakarta: Universitas Gadjahmada.
Tio, J. Kota Semarang dalam Kenangan.
Wijanarka. 2007. Semarang Tempo Dulu: Teori Desain Kawasan Bersejarah. Yogyakarta: Penerbit Ombak.
Zahnd, M. 1999. Perancangan Kota Secara Terpadu. Yogyakarta: Kanisius.
Copyright © 2008 by antariksa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar