Pages

Subscribe:

Ads 488x100px

PENDIDIKAN TANPA BATAS

Kamis, 08 Desember 2011

Meruntuhkan Hegemoni Kapitalisme




Posted on : 18-02-2011 | By : Agustianto | In : ArtikelIslamic Economics
Bookmark and Share
Oleh: Agustianto

Roy Davies dan Glyn Davies dalam buku “A History of Money from Ancient Time to the Present Day” (1996) menulis dan menyimpulkan,
bahwa sepanjang abad 20 telah terjadi lebih dari 20 kali krisis. Kesemuanya merupakan krisis sektor keuangan”. Beberapa dekade terakhir kekerapan krisis financial semakin tinggi
Mengamati krisis moneter dan ekonomi yang melanda itu, banyak pengamat yang menyatakan bahwa krisis tersebut, terutama disebabkan oleh keburukan sistem ekonomi kapitalisme saat ini yang secara hegemonis mengusai ekonomi dunia.
Karena krisis itu, keraguan dan kritik terhadap kapitalisme semakin gencar dilontarkan para ekonom kaliber dunia dan praktisi bisnis international. Suatu hal yang menarik, keraguan dan kritik itu justru muncul dari praktisi bisnis dan akademisi yang berada di pusat kapitalisme itu sendiri, yakni Amerika Serikat dan Eropa Barat.
George Soros, seorang raksasa investasi dunia (fund manajer) paling top saat ini, di depan Kongres AS, pada akhir Desember 1999, mengemukakan bahwa sistem kapitalisme global sudah tidak bisa dipertahankan lagi. Peredaran modal yang sebebas-bebasnya, telah menyebabkan perekonomian suatu negara satu demi satu rusak dan kredit macet menjadi gejala global.
Kemudian dalam bukunya, The Crisis of Global Capitalism, Soros mengemukakan, globalisasi sistem kapitalisme telah menciptakan dua persoalan besar. Pertama, bahwa ekonomi pasar, khususnya financial market ( pasar uang ), akan menghalangi proses kebangkrutan dan kehancuran dimasa depan. Kedua, kondisi kapitalisme global menyebabkan kegagalan politik dan erosi nilai – nilai moral ditingkat nasional dan internasional.
Pernyataan Soros diatas menunjukkan bahwa dia sebenarnya menyadari adanya keburukan dan kebusukan dalam sistem kapitalisme global saat ini, meskipun dia sendiri terlibataktif dalam memperburuk stabilitas ekonomi dunia ketiga. Prediksinya tentang kehancuran ekonomi dunia, di pacu oelh realitas yang terjadi dipasar uang. Saat ini pasar uang telah berkembang begitu cepat yang terlepas dari pasar jasa dan barang. Transaksi yang terjadi didomonasi oleh transaksi maya ( uang yang tak nyata ). Transaksi uang tak nyata dalam satu hari sama dengan investasi sektor riel untuk setahun diseluruh dunia. Diperkirakan, tak akan ada suatu negara pun yang kuat melawan arus uang tak nyata tersebut.
Data lain menyebutkan, hanya 3, 5 persen dari transaksi yang terjadi dibumi ini, yang terkait dengan transaksi barang dan jasa. Selebihnya berputar dalam transaksi maya dalam bentuk jual beli mata uang untuk kepentingan spekulasi, dimana uang dijadikan sebagai komoditas. Yang dimaksud dengan transaksi maya adalah transaksi yang tidak membisniskan barang dan jasa ( usaha sektor riel ). Dalam transaksi ini peredaran dan pertukaran uang terjadi dalam jumlah besar. Melalui transaksi valas yang disebut dengan transaksi derivatif.
Kenyataan menunjukkan bahwa dari 420 miliar dolar yang beredar perhari di dunia , hanya 12, 4 miliar dolar ( 3, 5 % ) masuk kebisnis produktif ( sektor riel dalam transaksi barang dan jasa ). Sisanya masuk kekancah spekulasi uang dengan alunan simponi riba yang diaransir setan. ( Maurica Allais, Nobel Price Wineer in Economics 1988, “ The Monetery Condition Of Economic the Market “).
Untuk kasus Asia, Soros dan kawan – kawannya telah menghancurkan Currencies di Asia, kehancuran terparah terjadi di Indonesia. Dalam kondisi ekonomi global seperti itu, pemerintah sebuah negara tidak berdaya mengembalikan virtual money (uang tak nyata didunia maya), yang mengakibatkan rusaknya ekonomi di berbagai negara. Oleh karena itu, Joseph Schumpeter menyebut sistem kapitalisme sebagai creative destruction.
Keburukan dan kebusukan kapitalisme semakin terungkap di zaman komputerisasi. Sehingga revolusi komputer semakin membuka peluang bagi kehancuran ekonomi global dibawah panji kapitalisme. Nilai tukar mata uang mengembang, telah menyebabkan fluktuasi nilai tukar yang pada akhirnya menghasilkan uang yang tak nyata yang sedemikian besarnya. Sehingga dapat mengecam setiap negara yang dilanda spekulasi uang yang tak nyata itu.
Uang itu tidak dihasilkan melalui aktivitas ekonomi seperti investasi, produksi, konsumsi, atau jasa perdagangan tapi didapatkan dari jual beli uang itu sendiri. Uang sewa yang tak nyata mempunyai mobilitas tinggi karena uang tersebut tidak menjalankan fungsi ekonomi nyata. Milyaran dolar dapat berpindah dari satu negara kenegara lain dengan tekanan tombol pada sebuah komputer oleh pialang uang. Selain itu, karena uang tidak berfungsi lagi dalam ekonomi riel dan tidak membiayai suatu investasi, uang tak nyata ini bergerak berdasarkan logika ekonomi dan rasionalitas, bahkan sangat rawan, mudah terganggu oleh desas – desus, friksi elite politik, atau kerusuhan yang tak terduga.
Bukti hal ini terlihat ketika kerusuhan demostrasi besar – besaran menjatuhkan Soeharto tahun 1998, ketika nilai dolar melejit secara hebat. Demikian pula ketika Gus Dur baru – baru ini memecat Laksamana Sukardi dan Yusuf Kalla, mempertajam  perseteruannya dengan Gubernur Bank Indonesia Syahril Sabirin serta kebiasaannya melontarkan pernyataan kontroversial. Semua itu selalu membuat nilai tukar dolar labil dan cenderung melejit sampai kelevel Rp. 8. 700.
Selama sistem moneter yang zalim pada kapitalisme global, keburukan sistem kapitalisme ini juga terlihat pada konsep pasar bebas yang dikampanyekannya pada 2003 dan 2020 mendatang. Robert Hormats, vice chairman dari sebuah bank investasi multinasional berkantor di New York, secara jujur mengatakan, “volatilitas internasional telah menjadi sedemikian rupa sehingga pasar bebas kapitalisme berada di sisi yang defenisif.”
Pernyataan lain yang serupa dikemukakan Anthoni Giddens, direktur London School of economics. Menurutnya, sebuah debat yang sangat penting telah dimulai, disebabkan oleh kesadaran umum bahwa di era pasar global atau pasar bebas banyak masyarakat di berbagai negara yang tergilas dan tak terlindungi. Maka, sebuah keinginan telah timbul untuk mengakui perlunya sebuah pengaturan tatanan ekonomi baru dunia.
Sementara, Emile Durkhem mengatakan, konsekuensi logis dari praktiknya kapitalis telah membuat rusak bentuk tatanan sosial tradisional yang sarat dengan nilai solidaritas dan persaudaraan.
Masyarakat secara tidak sadar telah meninggalkan kepatuhan terhadap imperatif-imperatif norma kehidupan, norma agama dan norma sosial yang semuanya disepakati bersama. Pada keadaan ini masyarakat kehilangan pegangan hidup dan akhirnya terperangkap pada dunia anomie, yaitu keadaan hampa norma (normamlessness).
Kapitalisme bagi Durkhem, jelas-jelas mengandung benih-benih patalogis dan benih pribadi yang egois, individu dan tercerabut dari dari akar sosial budayanya, kemudian masuk dalam perangkap anomistik. Dunia anomistik ini akhirnya menjadi sebuah realitas uang di dalamnya terdapat jaringan-jaringan kerja bak gurita yang menangkap dan memilih kehidupan manusia dalam dekapannya.
Kesenjangan
Keburukan kapitalisme juga terlihat pada implikasi pembangunan yang berasas filasafatlaissez faire (kebebasan individu), akibatnya ketidakmerataan pendapat dan kekayaan justru semakin membengkak. Juga telah terjadi ketidakstabilan ekonomi dan pengangguran dalam kadar sangat besar yang semakin menambah kesengsaraan si miskin. Pertumbuhan ekonomi memang hebat dan spektakuler, tetapi kesenjangan  yang tajam semakin menganga.
Akibat praktisnya, menurut Prof. Dr. Umar Chapra dosen ekonomi di berbagai universitas Barat ini terjadi fenomena menjijikan bagi rasa keadilan ekonomi. Karena itu Themas Carlyle menyebut bahwa ilmu ekonomi kapitalisme adalah ilmu yang malang dan karena itu menolak keras konsep laissez fair yang memberikan kebebasan individu secara terbatas. Sistem ini tak akan bisa mewujudkan keserasian dan meningkatkan kesejahteraan umum (Elizabeth Jay, Critics of Capitalisme, 1986).
Menurut Prof. Dr. Umar Chapra, alumni Minnesota University, AS dan penasehat ekonomi pada Lembaga Moneter Arab Saudi, dalam buku Islam and Economic Challenge mengatakan, orang miskin dan pengangguran dalam paradigma kapitalisme dianggap sebagai pemalas, enggan bekerja, boros dan tidak giat berusaha.
Maka orang miskin harus dibiarkan memenuhi kebutuhannya sendiri. Sebab, kemiskinan itu adalah disebabkan ulahnya sendiri, bukan ulah kapitalisme atau struktur ekonomi yang zalim. Persepsi ini secara lantang dikemukakan Daniel Defoe, Bernard Mandeville, Herbert Soenoer, Dicey dan Calvin Coolodege.
Sebab itu, menurutnya kapitalisme, menjadi sebuah sistem yang memberikan kebebasan individu yang terbatas (laissez faire) untuk memungkinkan individu mengejar kepentingannya sendiri dan untuk memaksimalkan kekayaan dan memuaskan keinginannya.
Di AS dilaporkan bahwa, “In 1990 no less than one out of every then US citiziens, and one out of every five children lived in proverty”. Bagaimana kenyataan yang demikian dapat ditoleransi. Negara adikuasa, yang sistem ekonominya dijadikan panutan negara-negara di hampir seluruh dunia, ternyata membiarkan atau mentoleransi 10 persen rakyatnya hidup dalam kekurangan sepanjang masa.
Kritik paling keras terhadap kapitalisme dilontarkan oleh Hyman Minsky dalam bukuStabiliszing Unstable Economy (1986). Menurutnya, masyarakat kapitalisme itu tidak adil dan tidak efisien. Suatu fakta yang tak terbantahkan adalah meskipun terjadi pertumbuhan ekonomi negara di AS, tetapi kesenjangan makin melebar, yang miskin makin miskin, yang kaya makin kaya.
Menurut kantor Sensus AS, tingkat kemiskinan meningkat di AS dari 11,4 persen pada tahun 1978 menjadi 13,6 persen pada tahun 1986. Pemusatan kekayaan telah meningkat sangat tinggi selama dua tahun dekade terakhir. Di tahun 1962 sebesar 0,5 persen dari penduduknya mengusai 25,4 persen dari kekayaan bersih. Tapi tahun 1983 kelompok 0,5 persen ini telah mengusai 35,1 persen aset negara.
Berdasarkan data dan fakta di atas, maka menjadi sebuah keniscayaan bagi kita untuk meruntuhkan hegemoni kapitalisme dan menggatikannya dengan sistem ekonomi yang adil dan manusiawi, yakni ekonomi syariah untuk menghilangkan kezaliman dan kepincangan kemakmuran masyarakat di seluruh dunia. Tekad ini diperkuat oleh banyaknya keraguan yang dilontarkan para praktisi dan akademisi ekonomi dunia saat ini.
Sistem ekonomi syariah itu, kini telah mulai menunjukkan kiprah dan jati dirinya di berbagai negara, baik Amerika, Eropa, Australia maupun Asia. Itulah ekonomi Syariah Islam. Munculnya ekonomi syariah tidak saja dalam bentuk lembaga bank yang jumlahnya sudah dua ratusan, tapi juga studi ekonomi Islam telah dikembangkan secara intensif di universitas paling terkemuka di Barat, yakni Harvard University.
Konsep meneter kapitalisme berbeda total dengan konsep moneter Islam. Dalam ekonomi Islam, yang tidak boleh dijadikan sebagai komoditas, sebab fungsinya adalah sebagai alat tukar untuk kepentingan transaksi barang dan jasa dan untuk berjaga-jaga. Menurut ekonomi Islam, jumlah uang yang beredar ditentukan oleh banyaknya permintaaan uang di sektor riil yang disebut dengan variabel endogen.
Atau dengan kata lain, jumlah uang yang beredar sama banyaknya dengan nilai barang dan jasa dalam perekonomian. Dalam Islam, sektor finansial mengikuti pertumbuhan sektor riel. Di sinilah karekteristik ekonomi Islam yang memisahkan antara sektor finansial dan sektor riel.

Senjata Ampuh Kapitalisme
Dengan sistem kapitalisme yang tidak adil, maka Barat mudah sekali mempermainkan negara berkembang dengan senjata mata uang dollarnya yang hegemoni dan diktator. Mata uang dollar menjadi senjata ampuh bagi Barat untuk melumpuhkan suatu bangsa dengan menaikkan kurs dollar setinggi-tinginya, maka ekonomi sebuah negara pasti hancur berantakkan, sebagaimana yang kita rasakan ketika dollar melenjit  tinggi secara spektakuler.
Karena itu, sepanjang dollar (uang kertas yang tak bernilai secara instrik) itu masih digunakan sebagai alat tukar yang hegemonis, maka kondisi ekonomi negara-negara dunia ketiga tak pernah aman dari ancaman bahaya kehancuran.
Oleh karena itu, sebuah gerakan tarikat Al-Murabitun yang berpusat di Maroko, mendeklarasikan dan mempraktikkan mata uang dinar dan dirham, menggantikan mata uang kertas. Kelompok tarikat ini bercita-cita mendirikan negara Islam. Upaya itu tentu mengalami kegagalan total, jika ekonomi Indonesia masih bernuansa kapitalisme yang menggunakan dollar.
Penutup
Berdasarkan fakta dan rasionalitas di atas, maka tak bisa tidak, sistem ekonomi syariah harus diwujudkan di muka bumi ini, sebab sistem ekonomi ini memiliki konsep ekonomi moneter yang adil, menghilangkan penindasan antara satu negara terhadap negara lain

Tidak ada komentar:

Posting Komentar